Diberdayakan oleh Blogger.
Arsip Blog
Rabu, 03 April 2013
PETA KETAHANAN PANGAN
1. Latar Belakang
Untuk dapat melaksanakan intervensi yang terkait dengan ketahanan pangan dan gizi, Pemerintah Indonesia masih terus meningkatkan sarana untuk penentuan target intervensi sasaran secara geografis. Dewan Ketahanan Pangan (DKP) danWorld Food Programme (WFP) mengembangkan bersama-sama Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas - FSVA). FSVA dimulai tahun 2005, pada waktu itu masih dengan nama Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas - FIA). Peluncuran FIA 2005 tingkat nasional ternyata masih menyebabkan kesalahpahaman mengenai pengertian pemeringkatan kabupaten “rawan pangan”. Kata kerawanan pangan (food insecurity) diindikasikan secara langsung bahwa kabupaten-kabupaten peringkat bawah adalah kabupaten yang semua penduduknya rawan pangan. Kemudian pada tahun 2009, Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas - FIA) berubah menjadi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas - FSVA) untuk menghindari kesalahpahaman pengertian tersebut. Perubahan FIA menjadi FSVA dilakukan dengan pertimbangan untuk memperjelas pengertian mengenai konsep ketahanan pangan berdasarkan tiga dimensi ketahanan pangan (ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan) dalam semua kondisi bukan hanya pada situasi kerawanan pangan saja.
FSVA Nasional 2009 mencakup 346 kabupaten dari 32 provinsi yang diluncurkan oleh Dewan Ketahanan Pangan (DKP) dan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi bekerjasama dengan World Food Programme (WFP). FSVA 2009 diluncurkan secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 24 Mei 2010 dan dijadikan sebagai alat yang penting dalam melakukan pentargetan wilayah kabupaten yang paling rawan untuk intervensi ketahanan pangan dan gizi. Pada tahun 2010 dan 2011 penyusunan FSVA ada di tingkat provinsi dimana analisisnya dipertajam sampai level kecamatan. Penyusunan FIA 2005, FSVA Nasional 2009 dan FSVA Provinsi 2010 dan 2011, wilayah perkotaan tidak diikutsertakan sebab ketahanan pangan perkotaan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kabupaten sehingga perlu dianalisa secara terpisah.
Pada tahun 2012, FSVA dilanjutkan dengan FSVA Kabupaten dengan tingkat analisis sampai tingkat desa. FSVA Kabupaten ini menggunakan indikator yang berbeda dengan FSVA Nasional maupun FSVA Provinsi karena ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan, yaitu karakteristik desa berbeda dengan karakteristik kabupaten dan kecamatan, serta ketersediaan data sampai tingkat desa.
Bersama ini, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas - FSVA) dengan level pada tingkat desa.
2. Tujuan FSVA
Seperti halnya FIA, FSVA menyediakan sarana bagi pengambilan kebijakan dalam hal penentuan sasaran dan memberikan rekomendasi untuk intervensi kerawanan pangan dan gizi di tingkat Kabupaten dan Kecamatan. Berdasarkan analisis komposit terhadap indikator yang terkait dengan ketahanan pangan yang berasal dari data sekunder dengan menggunakan alat analisis Principal Componen Analysis (PCA) dan Cluster Analysis, FSVA dapat menjawab tiga pertanyaan kunci terkait ketahanan dan kerawanan pangan yaitu: Dimana daerah yang paling rawan ketahanan pangannya (per desa); Berapa banyak penduduk (perkiraan penduduk); dan Mengapa mereka paling rawan (penentu utama untuk kerentanan terhadap kerawanan pangan).
3. Daerah Rentan terhadap Rawan Pangan yang Memerlukan Priorotas Lebih Tinggi (Di Mana, Berapa Banyak dan Mengapa)
Analisis komposit terhadap indikator yang terkait dengan ketahanan pangan dengan menggunakan alat analisis Principal Componen Analysis (PCA) danCluster Analysis digunakan untuk menjawab ketiga pertanyaan di atas dengan memetakan 236 desa yang ada di Kabupaten .Musi Banyuasin Di antara 236 desa tersebut, maka didapatkan 21 desa (Prioritas 1), 51 desa (Prioritas 2) dan 27 desa (Prioritas 3), dengan jumlah penduduk sekitar 592.780 jiwa (Podes, 2011). Sementara 137 desa lainnya dikelompokkan menjadi Prioritas 4 - 6, yang terdiri dari: 104 desa (Prioritas 4), 12 desa (Prioritas 5) dan 21 desa (Prioritas 6). Perhatian yang lebih besar perlu diberikan kepada Kecamatan yang termasuk dalam Prioritas 1 – 3.
Terdapat 99 desa Prioritas 1, 2 dan 3 terdapat di Kecamatan Sanga Desasebanyak 6 desa (6 %), Kecamatan Batanghari Leko sebanyak 5 desa (5 %), Kecamatan Plakat Tinggi sebanyak 8 desa (8 %), Kecamatan Lawang Wetansebanyak 9 desa ( 9 %), Kecamatan Sungai Keruh sebanyak 11 desa ( 11 %), Kecamatan Sekayu sebanyak 2 desa ( 2 %), Kecamatan Lais sebanyak 10 desa ( 10 %), Kecamatan Keluang sebanyak 6 desa ( 6 %), Kecamatan Babat Supatsebanyak 2 desa ( 2 %),.
Kecamatan yang rentan terhadap kerawanan pangan dan termasuk katagori 1 secara umum disebabkan oleh: (1) Akses Panghubung yang memadai, (2) Jumlah penderita gizi Buruk, (3) Jumlah Toko/warung kelontong, dan (4) Jumlah sarana/Fasilitas Kesehatan.
Kecamatan yang rentan terhadap kerawanan pangan dan termasuk katagori 2 secara umum disebabkan oleh: (1) Akses Panghubung yang memadai, (2) Jumlah Penderita Gizi Buruk, (3) Jumlah Toko/warung kelontong, (4) Persentase penduduk Miskin dan (5) Jumlah Sarana/Fasilitas Kesehatan.
Kecamatan yang rentan terhadap kerawanan pangan dan termasuk katagori 3 secara umum disebabkan oleh : (1) Jumlah Penderita Gizi Buruk, (2) Jumlah Sarana/Fasilitas Kesehatan, (3) Akses Panghubung yang memadai dan (4) Jumlah Toko/warung kelontong.
Langganan:
Postingan (Atom)
Kepala BKP Kab. Muba
Tentang Kami
- Badan Ketahanan Pangan Muba
- sumatera selatan, Indonesia